Kontroversi belakangan ini seputar kekuasaan hukum Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto bersama Kusnadi dan Petrus Selestinus memicu perdebatan sengit di Indonesia. Keputusan melaporkan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Kepolisian Republik Indonesia menyoroti persoalan akuntabilitas, transparansi, dan supremasi hukum di Tanah Air.
Peristiwa itu terjadi saat penyidik KPK AKBP Rossa Purbo Bekti menyita telepon genggam Hasto dan Kusnadi di Gedung KPK, Jakarta, pada 10 Juni lalu. Aksi tersebut membuat Petrus menyatakan niat melaporkan Rossa ke Polri dengan menyebut penyitaan tersebut sebagai tindak pidana penyitaan. Menurut Petrus, seharusnya penyitaan tersebut tidak dilakukan karena barang tersebut berada di tangan Kusnadi yang bukan merupakan saksi seperti Hasto dalam kasus dugaan suap pemilihan anggota DPR RI periode 2019-2024 dengan tersangka Harun Masiku.
Langkah melaporkan penyidik KPK ke Polri menuai reaksi beragam dari berbagai lapisan masyarakat Indonesia. Pendukung Hasto, Kusnadi, dan Petrus berpendapat tindakan KPK tidak bisa dibenarkan dan merupakan pelanggaran terhadap hak mereka. Mereka memandang penyitaan barang-barang pribadi sebagai pelanggaran privasi dan penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum. Keputusan untuk meneruskan kasus ini ke Polri dipandang sebagai langkah penting untuk meminta pertanggungjawaban penyidik atas tindakannya dan melindungi hak-hak individu yang terlibat.
Di sisi lain, pihak yang mengkritik keputusan Hasto, Kusnadi, dan Petrus melaporkan penyidik KPK ke Polri beralasan hal itu merupakan upaya menghalangi penyidikan kasus korupsi KPK. Mereka memandang tindakan tersebut sebagai penyalahgunaan kekuasaan dan indikasi keengganan individu untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum dalam memerangi korupsi. Para pengkritik menilai pelaporan penyidik ke Polri merupakan langkah strategis untuk melemahkan kredibilitas KPK dan menghindari akuntabilitas atas dugaan keterlibatan praktik korupsi.
Insiden yang melibatkan Hasto, Kusnadi, dan Petrus menyoroti tantangan yang dihadapi Indonesia dalam upaya memberantas korupsi dan menegakkan supremasi hukum. Bentrokan antara KPK dan lembaga lain, seperti Polri dan partai politik, menggarisbawahi kompleksitas korupsi di negara ini dan perlunya lembaga kuat yang independen, transparan, dan akuntabel. Kasus ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai peran lembaga peradilan dalam menjamin keadilan dan keadilan dalam proses hukum yang melibatkan individu-individu terkemuka dan pejabat publik.
Keputusan Hasto, Kusnadi, dan Petrus untuk melaporkan penyidik KPK ke Polri mencerminkan tantangan yang lebih luas yang dihadapi Indonesia dalam pemberantasan korupsi. Insiden ini menggarisbawahi perlunya komitmen yang kuat untuk menegakkan supremasi hukum, melindungi hak-hak individu, dan memastikan akuntabilitas dan transparansi dalam penegakan hukum. Hasil dari kasus ini akan mempunyai implikasi yang luas terhadap masa depan upaya antikorupsi di Indonesia dan integritas lembaga-lembaganya.