Jumlah Prodi STEM Lebih Kecil Dibandingkan Soshum

Jumlah Prodi STEM Lebih Kecil Dibandingkan Soshum

Jumlah program studi STEM atau ilmu pengetahuan, teknologi, teknik, dan matematika ternyata sangat sedikit dibandingkan dengan program studi non-STEM. Program studi non-STEM, seperti program studi yang banyak terdapat di bidang sosial dan humaniora. Menurut data dari Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDDikti) yang telah diolah oleh Bappenas, hingga tahun 2022 terdapat sebanyak 16.979 program studi non-STEM dan 13.047 program studi berbasis STEM. Khusus untuk perguruan tinggi vokasi, program studi berbasis STEM sudah mencapai 4.359 program studi, melebihi program studi berbasis non-STEM yang hanya sebanyak 1.644 program studi.

Dari segi jumlah mahasiswa, hingga tahun 2020, terdapat lebih dari 6,1 juta mahasiswa di program studi non-STEM, sementara di program studi STEM baru ada sekitar 2,8 juta mahasiswa. Untuk lulusan program studi non-STEM, hingga tahun 2020 terdapat lebih dari 756 ribu lulusan, namun hanya 479 ribu mahasiswa yang lulus dari program studi STEM. Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Bappenas, Amich Alhumami menyatakan bahwa peningkatan jumlah program studi berbasis STEM bertujuan untuk meningkatkan jumlah ilmuwan Indonesia. “Banyak negara memiliki ilmuwan di kelompok hard sciences (STEM) dan hal itu masih kurang di Indonesia. Dengan meningkatkan produksi lulusan STEM, maka jumlah ilmuwan di Indonesia juga akan meningkat,” ujar Amich.

Meningkatnya jumlah program studi STEM diharapkan dapat meningkatkan skor Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia. Bahkan data dari World Bank menunjukkan bahwa hingga tahun 2020, jumlah lulusan program studi STEM di Indonesia masih jauh tertinggal dibanding negara-negara seperti Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Perguruan tinggi yang memiliki program studi berbasis STEM sebagian besar terdapat di Pulau Jawa, Sulawesi, dan Sumatera. Namun, jumlah lulusannya masih terbilang sedikit.

Minimnya program studi dan lulusan STEM berdampak pada rendahnya jumlah peneliti di Indonesia. Data dari PDDikti tahun 2022 yang diolah Bappenas menunjukkan bahwa setiap 1 juta penduduk Indonesia hanya terdapat 1595 peneliti, jauh dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia, Singapura, dan Korea Selatan.

Bappenas menilai bahwa peningkatan jumlah program studi STEM di perguruan tinggi sangat penting dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045. Visi tersebut mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045 yang menekankan pada pembangunan manusia dan penguasaan ilmu pengetahuan serta teknologi. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi terhadap perkembangan teknologi yang akan mempengaruhi lapangan kerja di masa depan.

Dengan demikian, peningkatan jumlah program studi STEM di perguruan tinggi diharapkan dapat menghasilkan lebih banyak ilmuwan dan peneliti yang mampu bersaing di tingkat internasional. Selain itu, hal ini juga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia menuju Indonesia Emas 2045.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *